KARYA TULIS PENDAFTARAN TANAH SEBAGAI TUGAS POKOK PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH DI KECAMATAN KUTA BLANG KABUPATEN BIREUEN
PENDAFTARAN TANAH SEBAGAI TUGAS
POKOK PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH DI KECAMATAN KUTA BLANG KABUPATEN BIREUEN
DISUSUN
O
L
E
H
NAMA : M
U T I A
N I M : 19810304
201001 2 020
|
SISTIMATIKA
PENULISAN KARYA TULIS PRESTASI PERORANGAN PELAKSANAAN UJIAN DINAS PENYESUAIAN
IJAZAH
PROVINSI
ACEH
TAHUN
2017
KATA
PENGANTAR
Dengan memanjatkan
Puji Syukur Kehadirat Allah SWT. Karena atas berkat Rahmat serta Hidayah-nya penulis dapat menyelesaikan karya
Tulis Prestasi Perorangan Pelaksanaan Penyesuaian Ijazah, yang merupakan salah
satu syarat yang harus disusun oleh setiap peserta Karya tulis ini mengambil
judul :
“PENDAFTARAN TANAH SEBAGAI
TUGAS
POKOK PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH DI KECAMATAN KUTA BLANG KABUPATEN BIREUEN”.
Selawat beriring
salam tidak lupa juga penulis persembahkan kepangkuan junjungan alam Nabi Besar
Muhammad Saw, beserta keluarga, sahabat dan pengikut sekalian, yang telah
berjuang melawan kekafiran sehingga kita dapat merasakan indahnya hidup dalam
Agama Islam yang penuh dengan ilmu pengetahuan.
Dalam penyusunannya
penulisan tidak lepas dari dukungan berbagai pihak, baik berupa kesempatan,
bimbingan moril maupun dukungan materil. Pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khususnya kepada :
1. Keluarga tercinta yang telah
memberi cinta kasih, semangat dan dorongan moril.
2.
Bapak
Camat Kecamatan Kuta Blang Kabupaten Bireuen yang telah memberikan kesempatan
kepada penulis untuk mengikuti Ujian Dinas.
Akhirnya penulis
sangat menyadari bahwa penulisan Karya
Tulis ini masih jauh dari
kesempurnaan, hal ini
disebabkan karena keterbatasan
penulis dan waktu yang tersedia oleh karena itu sangat penulis
harapkan kepada Allah SWT dengan berserah diri sambil memanjatkan do’a semoga
Karya Tulis ini bermanfaat bagi pembaca
khususnya bagi instansi permanen penulis.
Bireuen,
17 Januari 2017
Penulis,
M U T I A
Nip. 19810304
201001 2 020
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR.......................................................................... i
DAFTAR
ISI................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN................................................................ 1
1 Latar Belakang Masalah.............................................. 1
2 Perumusan Masalah................................................... 5
3 Tujuan Penelitian........................................................ 5
4 Manfaat Penelitian....................................................... 6
5 Sistematika Penulisan................................................. 6
BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN............................................... 8
1 Pengertian Pendaftaran Tanah /
Pendaftaran Hak .......
Atas Tanah.................................................................. 8
2 Maksud dan Tujuan Pendaftaran Tanah................... 10
3 Dasar Hukum Pendaftaran Tanah dan Pendaftaran
Hak atas Tanah......................................................... 12
4 Sistem dalam Pendaftaran Tanah.............................. 12
BAB III PEMECAHAN MASALAH................................................. 12
1 Gambaran Umum...................................................... 17
2 Pendaftaran Tanah Sebagai Tugas Pokok Pejabat
Pembuat Akta Tanah (PPAT)...................................... 18
BAB IV PENUTUP........................................................................ 23
DAFTAR
PUSTAKA....................................................................... 25
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
Dengan
semakin pesatnya jumlah pertumbuhan penduduk yang diiringi oleh perkembangan
ekonomi, sosial, budaya dan teknologi, menyebabkan kebutuhan masyarakat akan
tanah semakin meningkat, menyadari hal tersebut diatas, maka pengaturan
penggunaan tanah sangat penting, termasuk pengaturan pemilikan dan
penggunaannya, mengingat jumlah manusia yang akan memanfaatkan tanah tersebut
akan semakin bertambah, sementara luas tanah tidak bertambah bahkan cenderung
semakin berkurang sebagai akibat proses alamiah maupun oleh sebab lain.
Tanah
mempunyai nilai yang dapat memberikan manfaat kepada manusia baik berupa nilai
produksi, nilai lokasi, nilai lingkungan, nilai sosial maupun nilai politik.
Sumber daya tanah akan mempunyai nilai sempurna apabila mencakup kelima jenis tersebut,
namun kenyataannya yang terjadi dalam masyarakat pada umumnya memberikan
indikasi bahwa formasi nilai tanah berlangsung tidak utuh, dalam arti lebih
rendah dari formasi yang diharapkan, kadangkala hanya mencakup salah satu
nilai, sedang nilai-nilai lainnya terabaikan sebab masalah tanah menyangkut kebutuhan
yang sangat mendasar bagi kehidupan manusia, dengan sifatnya yang vital dan
strategis sehingga dapat dengan mudah diangkat kepermukaan dan menjadi isu yang
sangat sensitif, maka terasa perlunya jaminan kepastian hukum atas tanah yang
dijadikan pendaftaran tanah sangat penting, karena dari pendaftaran tanah itu
akan melahirkan sertipikat, yang merupakan alat pembuktian yang kuat yang dipunyai
seseorang atas suatu obyek tanah.
Berkaitan
dengan hal tersebut, Pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Pokok Agraria No. 5
Tahun 1960, yang mempunyai maksud dan tujuan meletakkan dasar untuk memberikan
kepastian hukum mengenai hak-hak atas tanah di seluruh Indonesia. Dengan
pendaftaran tanah baik yang dimiliki oleh masyarakat maupun oleh badan hukum ke
Kantor Pertanahan, pemilik tanah dapat mendapatkan tanda bukti berupa
sertipikat tanah yang berlaku sebagai alat bukti yang kuat. Jaminan kepastian
hukum ini tercantum dalam ketentuan Pasal 19 ayat 1 Undang-Undang Pokok
Agraria, yang berbunyi sebagai berikut :
“Untuk menjamin kepastian hukum
hak atas tanah oleh Pemerintah diadakan pendaftaran tanah diseluruh wilayah
Republik Indonesia menurut ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah”.
Dari
Pasal tersebut diatas bahwa pendaftaran tanah harus dilaksanakan seteliti
mungkin dengan menghormati hak-hak adat daerah atau desa. Karena pentingnya
pendaftaran tanah tersebut, maka baik petugas pendaftaran maupun masyarakat
diminta untuk 3 saling membantu agar tercapai apa yang menjadi tujuan pokok
dari pendaftaran tanah itu sendiri.
Ketentuan
UUPA dilaksanakan oleh PP No. 10 Tahun 1961 yang kemudian memberlakukan PP No.
24 Tahun 1997 tentang pendaftaran tanah. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor
24 Tahun 1997 pendaftaran tanah untuk pertama dilaksanakan melalui pendaftaran
tanah secara sporadik dan secara sistematik.
Untuk
itulah pada Tahun 1994 Pemerintah cq Menteri Negara Agraria/Kepala Badan
Pertanahan Nasional menyelenggarakan pendaftaran tanah secara sistematik dengan
metode ajudikasi, dikenal dengan Proyek Administrasi Pertanahan (PAP), dengan
maksud mensertifikatkan seluruh bidang tanah diluar kawasan hutan dengan biaya
murah dan dengan persyaratan yang mudah.
Proyek
Administrasi Pertanahan (PAP) ini merupakan proyek bantuan luar negeri yang
direncanakan berlangsung selama 25 Tahun. Ajudikasi menurut peraturan
pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Pasal 1 butir 8 adalah kegiatan yang
dilaksanakan dalam rangka proses pendaftaran tanah untuk pertama kali meliputi
pengumpulan data dan penetapan data fisik dan data yuridis mengenai satu atau
beberapa obyek pendaftaran tanah untuk keperluan pendaftaran.
Dengan
adanya pendaftaran tanah secara sistematis maka diharapkan disetiap jengkal
tanah dapat diinformasikan secara akurat. mengingat pendaftaran tanah yang
diselenggarakan berdasarkan PP 10 Tahun 1961 belum memberikan hasil yang
memuaskan atau belum sepenuhnya dijadikan dasar untuk mendukung program
Pendaftaran tanah yang efektif dan efisien.
Kabupaten
Bireuen merupakan Kabupaten yang cepat laju pembangunannya, baik yang
dilaksanakan oleh Pemerintah maupun oleh pihak swasta. Untuk pembangunan ini
tentu saja membawa konsekuensi kebutuhan akan tanah cenderung meningkat. Hal
tersebut dapat dibuktikan dengan tingginya keinginan masyarakat untuk memiliki
sertipikat sebagai tanda bukti hak atas tanah yang menjamin kepastian hukum
melalui prosedur yang sederhana, aman, terjangkau dan terbuka.
Kecamatan
Kuta Blang yang membawahi beberapa Desa merupakan kecamatan yang sedang
berkembang dan masih banyak terdapat beberapa bidang tanah yang belum terdaftar
dan belum didaftar pada Kantor Pertanahan Kabupaten Bireuen, yang mungkin akan
mengakibatkan tanah-tanah tersebut tidak jelas kepemilikannya. Ketidak jelasan
ini disebabkan belum dibukukannya atau didasarkan pada administrasi yang baik
sehingga untuk mendatang dikhawatirkan akan menimbulkan permasalahan dan
perselisihan.
Sebagai
ujung tombak untuk melayani masyarakat dan dalam upaya memberikan pelayanan serta
mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan dibidang pertanahan,
maka Kantor Pertananahan Kabupaten Bireuen melalui Kanwil Badan Pertanahan
Nasional Propinsi Aceh mengusulkan kepada Kepala Badan Pertanahan Nasional agar
Kabupaten Bireuen dijadikan salah satu lokasi penyelenggaraan pendaftaran tanah
melalui proyek administrasi pertanahan atau Ajudikasi. Usulan tersebut
disetujui dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Kepala Badan Pertanahan
Nasional Nomor 82-XI-2000 tanggal 2 April 2000 tentang penunjukan lokasi
pelaksanaan pendaftaran tanah secara Sistematika Pola Ajudikasi di Kecamatan Kuta
Blang Kabupaten Bireuen.
Atas
dasar kenyataan ini maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan
judul : “Pendaftaran Tanah Sebagai Tugas
Pokok Pejabat Pembuat Akta Tanah Di Kecamatan Kuta Blang Kabupaten Bireuen”.
2. Perumusan
Masalah
Dari latar belakang yang telah
diuraikan diatas, maka permasalahan yang akan dibahas adalah sebagai berikut :
1.
Bagaimana
proses pelaksanaan pendaftaran tanah sebagai tugas pokok Pejabat Pembuat Akta
tanah di Kecamatan Kuta Blang Kabupaten Bireuen
2.
Bagaimana
Hukum mengenai hak dan kewajiban atas tanah yang dapat dilakukan oleh Pejabat
Pembuat Akta Tanah (PPAT) di Kecamatan Kuta Blang Kabupaten Bireuen
3.
Bagaimana
Tugas Pokok Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dan Wewenang di Kecamatan Kuta Blang Kabupaten Bireuen.
3. Tujuan
Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan
dengan diadakan penelitian dan penyusunan Karya Tulis ini adalah :
1.
Untuk
mengetahui proses pelaksanaan pendaftaran tanah sebagai tugas pokok Pejabat
Pembuat Akta tanah di Kecamatan Kuta Blang Kabupaten Bireuen
2.
Untuk
mengetahui lebih jauh tentang Hukum mengenai hak atas tanah yang dapat
dilakukan oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) di Kecamatan Kuta Blang
Kabupaten Bireuen
3.
Untuk
mengetahui Tugas Pokok Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dan Wewenang di
Kecamatan Kuta Blang Kabupaten Bireuen.
4. Manfaat
Penelitian
1.
Secara
teoritis, dapat menjadi sumbangan ilmu pengetahuan dalam pengembangan ilmu
hukum khususnya hukum agraria.
2.
Secara
Praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan solusi yang tepat bagi
pengambil kebijakan bila timbul masalah yang berkaitan dengan Pembuatan Akta Tanah.
5. Sistematika
Penulisan
Untuk dapat memberikan gambaran
yang komprehensip, maka penyusunan Karya Tulis ini perlu adanya sistematika
penulisan, sehingga dapat diketahui secara jelas kerangka dari isi yang
ditulis.
Karya Tulis ini terdiri dari 4
bab yang selanjutnya akan dirinci lebih lanjut dalam Bab I, Bab II, Bab III,
Bab IV ;
BAB I : LATAR BELAKANG MASALAH,
yang akan diuraikan mengenai fakta-fakta yang menjadi latar belakang masalah
penelitian, kemudian mengemukakan permasalahan yang timbul dan latar belakang,
selanjutnya menyebutkan tujuan yang akan dicapai dari penelitian serta
dikemukakan manfaat yang ingin dicapai dari penelitian.
BAB II : TINJAUAN KEPUSTAKAAN,
akan memaparkan mengenai Pendaftaran Tanah Sebagai Tugas Pokok Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) di Kecamatan Kuta Blang
Kabupaten Bireuen.
BAB III : PEMECAHAN MASALAH,
dalam bab ini akan diuraikan hasil penelitian dan analisa guna menjawab
permasalahan yang diteliti yaitu mengenai Pendaftaran Tanah Sebagai Tugas Pokok
Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) di Kecamatan Kuta Blang Kabupaten Bireuen.
BAB IV : PENUTUP, yang terdiri
atas kesimpulan dan saran yang ditemukan dalam penelitian pada penyusunan Karya
Tulis ini.
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
1.
Pengertian Pendaftaran Tanah /
Pendaftaran Hak Atas Tanah
Menurut
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Pasal ayat (1) yaitu rangkaian
kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah secara terus menerus dan
berkesinambungan dan teratur meliputi pengumpulan, pengolahan dan pembukuan,
penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis dalam bentuk peta dan
daftar mengenai bidang-bidang tanah dan satuan rumah susun termasuk pemberian
surat tanda bukti haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak
tertentu yang dibebaninya.
Dalam
uraian diatas menjadi terang kepada kita bahwa kegiatan pendaftaran tanah sebagai tugas
pokok Pejabat Pembuat Akta Tanah adalah kewajiban yang harus dilaksanakan oleh Pemerintah
secara terus menerus dalam rangka menginventarisasikan data yang berkenaan
hak-hak atas tanah menurut UUPA dan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961,
sedangkan pendaftaran hak atas tanah adalah kewajiban yang harus dilaksanakan
oleh si pemegang hak yang bersangkutan dan dilaksanakan secara terus menerus
setiap ada peralihan hak atas tanah tersebut dalam rangka menginventarisasikan
data berkenaan dengan peralihan hak-hak atas tanah tersebut guna mendapatkan
sertipikat tanda bukti hak atas tanah yang kuat.
Pelaksanaan
pendaftaran tanah meliputi kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali dan
memelihara data pendaftaran tanah. 10 pendaftaran tanah untuk pertama kali
dilaksanakan melalui pendaftaran tanah secara sistematik dan pendaftaran tanah
secara sporadik.
Pendaftaran
tanah secara sporadik yaitu kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali
mengenai satu atau beberapa obyek pendaftaran tanah dalam wilayah atau bagian
wilayah suatu Desa secara individual atau masal.
Boedi
Harsono mengemukakan bahwa Pendaftaran tanah secara sistematik yaitu kegiatan
pendaftaran tanah untuk pertama kali yang dilakukan secara serentak yang
meliputi semua obyek pendaftaran tanah yang belum didaftar dalam wilayah atau
bagian wilayah suatu Desa yang diselenggarakan atas prakarsa pemerintah.
Sedangkan
pendaftaran tanah secara sistematik menurut PP 24 Tahun 1997 didefinisikan
sebagai suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah secara terus
menerus, berkesinambungan dan teratur meliputi 6 (enam) hal yaitu :
Pengumpulan,
pengolahan, pembukuan penyajian dan pemeliharaan data fisik dan data yuridis
dalam bentuk peta dan daftar mengenai bidang-bidang tanah dan satuan rumah
susun, termasuk surat tanda bukti hak bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada
haknya serta hak-hak tertentu yang membebaninya.
Dalam
Pasal 1 angka 8 ditetapkan bahwa dalam melaksanakan pendaftaran secara sistematik
Kepala Kantor Pertanahan di bantu oleh 11 Panitia Ajudikasi dibentuk oleh
Menteri Negara Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional atau pejabat yang
ditunjuk dan mengenai pembentukan panitia ajudikasi serta susunan tugas dan
kewenangan akan diatur lebih lanjut.
Ajudikasi adalah kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka
proses pendaftaran tanah untuk pertama kali, meliputi pengumpulan dan penetapan
kebenaran data fisik dan data yuridis mengenai satu atau beberapa obyek
pendaftaran tanah untuk keperluan pendaftarannya.
Didalam
pengertian definisi tersebut mengandung berbagai aspek teknis dan yuridis dan
bila ditinjau lebih dalam lagi, ternyata definisi tersebut merupakan
penyempurnaan dari pada ruang lingkup kegiatan pendaftaran tanah berdasarkan PP
10 Tahun 1961 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat 2 UUPA, yang hanya
meliputi pengukuran, perpetaan dan pembukuan tanah, pendaftaran dan peralihan
hak atas tanah, serta pemberian surat tanda bukti hak atau sertipikat.
2.
Maksud dan Tujuan Pendaftaran tanah
Pasal
19 UUPA menyebutkan adanya keharusan bagi Pemerintah untuk mengatur persoalan
pendaftaran tanah dalam rangka melaksanakan kewajiban pokok dari pendaftaran
tanah dimana ketentuan selengkapnya adalah :
1. Untuk menjamin kepastian hukum oleh
pemerintah diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia
menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan peraturan pemerintah.
2. Peraturan tersebut dalam ayat (1) Pasal
ini meliputi :
a. Pengukuran, pemetaan dan pembukuan
tanah
b. Pendaftaran hak-hak atas tanah dan
peralihan hak-hak tersebut.
c. Pemberian surat-surat tanda bukti hak,
yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.
Oleh
karena itulah data-data yang disimpan di Kantor Pertanahan baik tentang subyek
maupun obyek hak atas tanah disusun sedemikian rupa telitinya agar dikemudian
hari dapat memudahkan siapapun yang ingin melihat data tersebut, apakah itu
calon pembeli ataukah kreditur ataukah pemerintah sendiri dalam rangka
memperlancar setiap peralihan hak atas tanah atau dalam rangka pelaksanaan
pembangunan oleh Pemerintah.
Atas
dasar ketentuan tersebut diatas, maka tujuan pendaftaran tanah adalah :
1.
Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum
kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-hak
lain yang terdaftar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak
yang bersangkutan.
2.
Untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang
berkepentingan termasuk Pemerintah agar dengan mudah dapat memperoleh data yang
diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah dan
satuan-satuan rumah susun yang sudah terdaftar.
3.
Untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan.
3.
Dasar Hukum Pendaftaran Tanah dan
Pendaftaran Hak Atas Tanah
Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria adalah sebuah
undang-undang yang memuat dasar-dasar pokok dibidang Agraria yang merupakan
landasan bagi usaha pembaharuan hukum Agraria guna dapat diharapkan memberikan
adanya jaminan kepastian hukum bagi masyarakat dalam memanfaatkan fungsi bumi,
air dan ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya untuk
kesejahteraan bersama secara adil.
Adanya
jaminan kepastian hukum ini tercantum dalam ketentuan Pasal 19 ayat 1
Undang-Undang Pokok Agraria yang berbunyi :
“Untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan
pendaftaran tanah diseluruh wilayah Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang
diatur dengan Peraturan Pemerintah”
Ketentuan
sebagaimana diatur dalam Pasal 19 ayat 1 Undang-Undang Pokok Agraria tersebut
di atas adalah merupakan dasar hukum pelaksanaan pendaftaran tanah di
Indonesia.
Ketentuan-ketentuan
tersebut adalah :
1. Pasal 23 ayat 1 UUPA yang menentukan
bahwa hak milik, demikian pula setiap peralihan, hapusnya dan pembebanannya
dengan hak-hak lain harus didaftarkan menurut ketentuanketentuan yang dimaksud
dalam Pasal 19 UUPA.
2. Pasal 32 ayat 1 UUPA menentukan bahwa
hak guna usaha termasuk syarat-syarat pemberiannya, demikian juga setiap
peralihan dan penghapusan hak tersebut, harus didaftarkan menurut
ketentuan-ketentuan yang dimaksud dalam Pasal 19 UUPA.
3. Pasal 38 ayat 1 UUPA menentukan bahwa
hak guna bangunan, termasuk syarat-syarat pemberiannya, demikian juga setiap
peralihan dan hapusnya hak tersebut harus didaftarkan menurut ketentuan-ketentuan
yang dimaksud dalam Pasal 19 UUPA.
4.
Sistem dalam Pendaftaran tanah
1.
Sistem Positif
Ciri
pokok sistem positif bahwa pendaftaran tanah / pendaftaran hak atas tanah
adalah menjamin dengan sempurna bahwa nama yang terdaftar dalam buku tanah
adalah tidak dapat dibantah, kendatipun ia ternyata bukanlah pemilik yang
berhak atas tanah tersebut, menurut sistem politik ini hubungan hukum antara
hak dari orang yang namanya terdaftar dalam buku tanah dengan pemberi hak
sebelumnya terputus sejak hak tersebut didaftarkan. Kebaikan dari sistem
positif ini adalah :
1)
Adanya kepastian dari buku tanah
2)
Peranan aktif dari pejabat balik nama tanah
3)
Mekanisme kerja dalam penerbitan sertifikat tanah mudah
dimengerti oleh orang awam.
Sistem
positif ini memberikan suatu jaminan yang mutlak terhadap buku tanah, kendati
ternyata bahwa pemegang buku sertipikat bukanlah pemilik sebenarnya, oleh
karena itu pihak ketiga yang beritikad baik yang bertindak berdasarkan bukti
tersebut mendapatkan jaminan mutlak walaupun ternyata bahwa segala keterangan
yang tercantum dalam sertipikat tanah tersebut adalah tidak benar.
2. Sistem Negatif
Ciri
pokok sistem negatif yaitu azas Nemo Plus Juris yaitu melindungi pemegang hak
atas tanah yang sebenarnya dari tindakan orang lain yang mengalihkan haknya
tanpa diketahui oleh pemegang hak sebenarnya.
Ciri
pokok lainnya dari sistem negatif ini bahwa pejabat balik nama walaupun pasif
artinya pejabat yang bersangkutan tidak berkewajiban untuk menyelidiki
kebenaran dari surat-surat yang diserahkan kepadanya.
Berdasarkan
hal tersebut diatas sistem yang dipakai UUPA adalah sistem negatif yang
mengandung unsur positif, pengertian negatif disini adalah bahwa adanya
keteranganketerangan yang ada itu jika ternyata tidak benar masih dapat diubah
dan dibetulkan sedangkan pengertian unsur positif ialah bahwa adanya peranan
aktif dari petugas pelaksana pendaftaran tanah dalam hal penelitian terhadap
hak-hak atas tanah yang didaftar tersebut.
Kesimpulan
yang dapat kita tarik dalam pelaksanaan proses pendaftaran tanah/pendaftaran
hak atas tanah yang diselenggarakan ini bertujuan memberikan kepastian hak
yaitu :
1.
Untuk memungkinkan orang-orang yang memegang hak atas tanah
itu dengan mudah membuktikan dirinya bahwa dialah yang berhak atas tanah
tersebut, apa hak yang dipegangnya, letak dan luas tanah.
2.
Untuk memungkinkan kepada pihak siapapun guna dapat
mengetahui dengan mudah hal-hal apa saja yang ia ingin ketahui berkenaan dengan sebidang
tanah, misalnya calon pembeli tanah, calon kreditur dan lain-lain sebagainya.
Dengan
adanya pendaftaran tanah tersebut seseorang dapat dengan mudah memperoleh
keterangan-keterangan berkenaan dengan sebidang tanah seperti hak apa yang
dipunyainya, berapa luasnya, letaknya dimana, apakah telah dibebani dengan hak
tanggungan ataukah tidak.
Dengan
demikian penyelenggaraan pendaftaran tanah/pendaftaran hak atas tanah yang
dilaksanakan berdasarkan ketentuan UUPA dan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun
1997 tentang pendaftaran tanah adalah dengan mempergunakan azas publisitas dan
azas spesialitas.
Azas
publisitas tercermin dengan adanya data yuridis tentang hak atas tanah seperti
subyek haknya, apa nama haknya, peralihan dan pembebanannya, sedangkan azas
spesialitas tercermin dengan adanya data phisik tentang hak atas tanah seperti
berapa luas tanah, dimana letak tanah dan penunjukan secara tegas batas-batas
tanah.
Berdasarkan
hak diatas, maka jelaslah bahwa maksud dan tujuan Pemerintah mendaftarkan
tanah/mendaftarkan hak atas tanah ialah guna menjamin adanya kepastian hukum
berkenaan dengan data yang pasti mengenai hal ikwal sebidang tanah yaitu dalam rangka pembuktian
jika ada persengketaan dan atau dalam rangka membuka kesempatan kepada umum
yang ingin mengetahui tentang hal ikwal tanah tersebut. Disinilah letak
hubungan antara azas publisitas dan azas spesialitas dalam pelaksanaan suatu
pendaftaran tanah/pendaftaran hak atas tanah diwilayah Republik Indonesia.
BAB III
PEMECAHAN MASALAH
1.
Gambaran Umum
Kecamatan Kuta Blang Kabupaten Bireuen
terdiri atas 41 Desa, 126 Dusun, luas wilayah berdasarkan Badan Pusat Statistik
Kabupaten Bireuen Tahun 2015 adalah 4.110 Ha. Kecamatan Kuta Blang yang
merupakan salah satu Kecamatan di Kabupaten Bireuen Propinsi Aceh dibatasi oleh
:
-
Sebelah Utara dengan
Kecamatan Jangka dan
Kecamatan Gandapura
-
Sebelah Selatan dengan Kecamatan Makmur dan Peusangan Siblah Krueng
-
Sebelah Barat dengan Kecamatan Peusangan
-
Sebelah Timur dengan Kecamatan Gandapura
Jumlah
penduduk Kecamatan Kuta Blang (Berdasarkan Kuta Blang Dalam Angka Tahun 2015),
sebesar 21.078 jiwa, dengan komposisi penduduk laki-laki sebesar 10.178 jiwa
(49,61 persen) dan penduduk perempuan sebesar 10.900 (50,39 persen). Kepadatan
penduduk Kabupaten Bireuen tahun 2015 sebesar 26.208 jiwa per km2 . Desa
terpadat adalah Desa Tingkeum Manyang dengan tingkat kepadatan per 3.560 km2 . Sedangkan tingkat kepadatan
terendah adalah Desa Parang Sikureung sebesar 73 jiwa per km2 . Kecamatan Kuta
Blang merupakan salah satu kecamatan yang terletak di wilayah Provinsi Aceh,
khususnya Kabupaten Bireuen, merupakan Kecamatan yang ditunjuk sebagai lokasi
pendaftaran tanah secara sistematis. Berdasarkan data yang telah diperoleh di
kecamatan Kuta Blang memiliki areal seluas 4.110 Ha.
2.
Pendaftaran Tanah Sebagai Tugas pokok PEJABAT
PEMBUAT AKTA Tanah (PPAT)
Pelaksanaan Pendaftaran Tanah Sebagai
Tugas Pokok Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), Sebelum memasuki pokok
pembahasan terlebih dahulu dijelaskan tentang Pendaftaran tanah Sebagai Tugas
Pokok Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) ini berdasarkan permohonan Pemerintah
Indonesia kepada Bank Dunia dengan mengadakan Survey Manajemen dan perencanaan
sumber daya tanah dan selanjutnya atas permintaan Pemerintah Indonesia kepada
Bank Dunia mempersiapkan suatu proyek. Proyek tersebut disetujui oleh
Pemerintah Indonesia yang menitik beratkan pada hal-hal mengenai manajemen dan sumber
daya tanah yang diberi nama Proyek Administasi Pertanahan (PAP).
Proyek Administrasi Pertanahan ini
berdasarkan perjanjian kerjasama antara Pemerintah Indonesia dengan Bank Dunia
tanggal 30 September 1994. 33 Salah satu kinerja proyek tersebut bertujuan guna
meningkatkan pemberian dan pendaftaran hak atas tanah.
Tugas pokok Pejabat Pembuat Akta Tanah
(PPAT) adalah melaksanakan sebagian kegiatan pendaftaran tanah dengan
membuat akta sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan hukum tertentu mengenai
hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang akan dijadikan dasar
sebagai pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah yang diakibatkan oleh
perbuatan hukum itu.
Perbuatan Hukum mengenai hak atas
tanah yang dapat dilakukan oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) tersebut
antara lain :
1.
Jual Beli;
2.
Hibah;
3.
Pembagian hak bersama;
Pejabat Pembuat Akta Tanah
(PPAT) hanya berwenang membuat akta mengenai hak atas tanah yang terletak di
dalam daerah kerjanya.
Dalam pelaksanaan tugasnya
PPAT mempunyai Hak dan kewajiban, yakni :
-
Menerima uang jasa (honorarium) termasuk uang jasa
(honorarium) saksi tidak melebihi 1% (satu persen) dari harga transaksi;
-
Memperoleh cuti.
2.
Kewajiban Pejabat Pembuat Akta Tanah adalah :
-
Mengangkat sumpah jabatan di hadapan Kepala Kantor
Pertanahan Kab/Kota setempat;
-
Berkantor dalam daerah kerjanya dengan memasang papan
nama;
-
Membuat, menjilid dan memelihara daftar-daftar akta,
akta-akta asli, warkah warkah pendukung, arsip laporan dan surat-surat lainnya
yang menjadi protokol PPAT;
-
Hanya dapat menandatangani akta peralihan hak atas tanah
dan atau bangunan setelah wajib pajak menyerahkan bukti pembayaran Bea
Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB);
-
Menyampaikan laporan bulanan mengenai semua akta yang
dibuatnya selambat-lambatnya tanggal 10 bulan berikutnya kepada:
a.
Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya;
b.
Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan;
c.
Kepala Kantor Pelayanan Pajak;
d.
Kepala Kantor Wilayah BPN Propinsi.
Selain wewenang yang dipegang
oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), adapun larangan bagi PPAT dalam
melakukan pekerjaan, yaitu :
-
Dilarang membuat akta untuk dirinya sendiri, suami atau
istrinya, keluarga sedarah dalam garis lurus vertikal tanpa pembatasan derajat
dan dalam garis ke samping derajat kedua, menjadi para pihak atau kuasa. Hal
tersebut sesuai dengan Pasal 23 Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998;
Apabila PPAT tidak mentaati
hal-hal yang dilarang dalam melakukan pekerjaannya, adapun ketentuan sanksi
yang diberikan ketika PPAT yang melakukan pelanggaran :
1.
Sanksi atas pelanggaran yang dilakukan oleh PPAT,
dikenakan tindakan administratif berupa teguran tertulis sampai dengan
pemberhentian jabatannya sebagai PPAT, sesuai dengan Pasal 10 Peraturan
Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 Pasal 37 PMNA/KBPN No. 4 Tahun 1999;
2.
Sanksi atas pelanggaran tidak menyampaikan laporan
bulanan, dikenakan denda sebesar Rp. 250.000,- setiap laporan. Hal tersebut
sesuai dengan Pasal 26 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000.
BAB
IV
PENUTUP
Dari
hasil penelitian di lapangan yang dilakukan dan dibantu oleh hasil penelitian
kepustakaan dapatlah ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Dengan keluarnya UUPA yang mengatur
ketentuan tentang hukum tanah telah mengubah hukum tanah lama secara
fundamental dengan menciptakan unifikasi. Demikian juga UUPA mengatur
pendaftaran tanah yang bertujuan untuk menjamin kepastian huum dan kepastian
hak atas tanah.
2. Pendaftaran tanah yang diatur dalam
Pasal 19, 23, 32 dan 38 UUPA merupakan pendaftaran tanah yang memberikan tanda
bukti berupa sertifikat tanah sebagai alat bukti yang kuat. Peraturan pelaksana
mula-mula diatur dalam PP 10 Tahun 1961 yang kemudian disempurnakan dengan PP
24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah dan berlaku efektif tanggal 8 Oktober
1997.
3.
Sedangkan pendaftaran tanah secara sporadik yaitu
pendaftaran tanah mengenai bidang-bidang tanah atas permintaan penerima hak
atas tanah yang bersangkutan secara individu atau massal. Sertifikat tanah
sebagai alat pembuktian yang kuat artinya sebelum dibuktikan sebaliknya data
fisik dan data yuridis yang tercantum dalam sertifikat harus diterima sebagai
alat bukti yang benar. Apabila suatu bidang tanah sudah diterbitkan
sertifikatnya secara sah yang memperoleh tanah tersebut dengan itikad baik dan
secara nyata menguasainya, maka pihak lain yang merasa mempunyai hak atas tanah
tersebut tidak lagi menuntut haknya apabila dalam waktu 5 (lima) tahun sejak
diterbitkannya sertifikat tersebut tidak mengajukan keberatan secara tertulis
kepada pemegang sertifikat.
4.
Bahwa dalam pembuatan akta pastikan benar-benar dilakukan
sesuai dengan keadaan sebenarnya dan keterangan yang sebenarnya dari para pihak
yang bersangkutan, misalnya keadaan yang sebenarnya adalah bahwa dalam
pembuatan akta itu benar benar para pihak berada dan menandatangani akta di
hadapan PPAT, bukan dilakukan pembuatan aktanya di kantor tetapi
penandatanganannya di rumah masing-masing. Perbuatan demikian apabila ada
temuan dari pengawas, maka perbuatan tersebut merupakan pelanggaran berat dan
akan menjadi salah alasan untuk pemberhentian dari jabatan PPAT dan juga
berpotensi terkena tindakan pidana dengan delik membuat pernyataan palsu di
dalam akta otentik. Dalam tindakan ini bermakna harus terdapat kepastian
mengenai subyek dari yang berkepentingan.
5. Hak PEJABAT PEMBUAT AKTA Tanah
yaitu menerima uang jasa (honorarium) termasuk uang jasa (honorarium) saksi
tidak melebihi 1% (satu persen) dari harga transaksi dan memperoleh Cuti.
DAFTAR PUSTAKA
Gde
Muninjaya A, “Langkah-Langkah Praktis Penyusunan Proposal dan Publikasi
Ilmiah”, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta 2000
Effendi
Bachtiar, “Pendaftaran Tanah di Indonesia dan Peraturan Pelaksanannya”, Alumni,
Bandung 1993
Hadi
Sutrisno, “Bimbingan Menulis Skripsi Thesis Jilid II”, Penerbit Andi Offset,
Yogyakarta, 1979
Hanitijo
Soemitro Ronny, “Metode Penelitian Kualitatif”. PT. Remaja Rosda Karya, Bandung
1990
Harsono
Boedi, Hukum Agraria Indonesia, “Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria
Isi dan Pelaksanaannya”, Jembatan, Jakarta 1999
Hukum
Agraria Indonesia, “Himpunan Peraturan Hukum Tanah”, Jembatan, Jakarta 2002
Hermit
Herman, “Cara Memperoleh Sertifikat Tanah Hak Milik, Tanah Negara dan Tanah
Pemda”, Teori dan Praktek Pendaftaran Tanah di Indonesia Mandar Maju, Bandung
2004.
Mudjiono.
“Hukum Agraria”. Cetakan Pertama Penerbit Liberty. Yogyakarta 1992. 71
Perangin
Effendi. “Hukum Agraria di Indonesia Suatu Telaah Dari Sudut Pandang Praktisi
Hukum”. Cetakan Keempat, PT. Raja Grafindo Persada Jakarta.
Soekanto
Soerjono. “Pengantar Penelitian Hukum”. UI. Press, Jakarta 1986.
Soesanto,
J.B. “Diktat Hukum Agraria I”. Fakultas Hukum Universitas Agustus 1945,
Semarang.
S.W.
Soemardjono Maria. “Kebijakan Pertanahan Antara Regulasi & Implementasi,
Kompas Jakarta 2001.
Kuta Blang Dalam Angka Tahun 2015 Kerjasama Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten
Bireuen dengan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kabupaten Bireuen.
Comments
Post a Comment